Glukosa
adalah karbohidrat terpenting dalam dalam metabolisme tubuh untuk menghasilkan
energi. Glukosa dalam tubuh tersimpan sebagai glikogen berupa cadangan energi
yang disimpan di otot maupun hati dan juga tersimpan dalam plasma darah yang tersebar
di pembuluh darah dalam bentuk glukosa darah (Irawan, 2007). Indonesia
merupakan negara peringkat kelima di dunia sebagai negara dengan jumlah
pengidap penyakit Diabetes Militus. Pada tahun 2021, International Diabetes
Federation (IDF) melaporkan terdapat 19,5 juta warga Indonesia dengan usia
20-79 tahun mengidap penyakit Diabetes Militus.
Sumber gambar : Pinterest
Diabetes Melitus (DM)
merupangan salah satu penyakit kronis yang sering disebut sebagai penyakit
“gula” di kalangan masyarakat. Diabetes Melitus adalah penyakit dengan
keadaan ketidakmampuan tubuh dalam memetabolisme
karbohidrat, lemak dan protein. Ketidakmampuan ini menyababkan hiperglikemia yaitu
keadaan kadar glukosa darah yang tinggi
melebihi batas normal. (Black dan Hawks, 2014).
Tanda Gejala Diabetes
Mellitus (DM) yang khas yang disebut sebagai triaspoli. Triaspoli ini terdiri
dari polidipsi yaitu rasa haus yang berlebihan, poliuria yaitu sering kencing
terutama pada malam hari, dan polifagia yaitu sering merasa lapar. Tanda dan
gejala lain yang sering dialami oleh pengidap DM adalah turunnya berat badan
secara drastis, merasa lemas, pengelihatan kabur, sering kesemutan pada kaki
dan tangan, gatal-gatal pada tubuh, luka terbuka yang sulit sembuh, impotensi, dan
keputihan (Perkeni, 2015).
Etilogi atau penyebab seseorang
mengidap Diabetes Melitus (DM) adalah faktor keturunan atau genetic. Diabetes
Melitus merupakan suatu penyakin yang diturunkan dan bukan penyakit yang
ditularkan. Sebesar 50% dari pengidap Diabetes Melitus berasal dari keluarga
atau keturunan. Penyebab Diabetes Melitus lainnya yaitu nutrisi berlebihan
(overnutrition) yang merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan
Diabetes Melitus. Nutrisi berlebihan
menyebabkan obesitas dimana semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi
berlebihan, semakin besar pula resiko terjangkitnya Diabetes Melitus. Faktor
lain penyebab terjangkitnya Diabetes Melitus juga disebabkan oleh kecanduan
merokok dan sering mengalami stress (dr. Prapti dan Lentera, 2003).
Diabetes Melitus sering terjadi
akibat defisiensi insulin dan resistensi insulin. Defisiensi insulin adalah
tidak adanya sekresi insulin akibat dari rusaknya sel beta pada pankreas
(Diabetes Melitus tipe 1) yang disebabkan oleh infeksi virus atau reaksi
autoimun, sedangkan resistensi insulin adalah menurunnya kemampuan insulin
dalam merespon adanya glukosa (Diabetes Melitus tipe 2) sehingga pankreas tidak
mampu memproduksi insulin yang cukup (Kardika, et al., 2015). Defisiensi
dan resistensi insulin menyebabkan metabolisme glukosa menjadi rendah sehingga
kadar glikogen menjadi meningkat akibat dari insulin yang tidak mampu memecah
glikogen. Defisiensi dapat terjadi akibat dari Defisiensi insulin mengakibatkan
penggunaan glukosa oleh tubuh menjadi menurun, sehingga terjadi hiperglikemia
yaitu kadar glukosa yang tinggi dalam plasma tinggi. Kadar glukosa dalam plasma
darah sangat tinggi menybabkan glukosa tersebut masuk ke tubulus ginjal dan
jika melebihi ambang batas batas ginjal, akan terjadi glukosuria. Glukosuria
adalah suatu keadaan ditemukannya glukosa dalam urin sehingga urine dari
pengidap Diabetes Melitus sering dikerumuni semut. Glukosuria juga menyebabkan
diuresis osmotik yang meningkatkan jumlah air kencing (poliuria) sehingga
menjadi sering kencing dan timbul rasa
haus yang berlebihan (polidipsi) akibat dari dehidrasi yang disebabkan oleh
kencing yang berlebihan. Selain itu, glukosuria juga menyebabkan keseimbangan
kalori negatif yang menimbulkan rasa lapar terus menerus (polifagia) (Kowalak, et
al., 2011 ; Price dan Wilson, 2012 ; Welliangan, et al., 2019).
Ketidakmamuan insudin dalam
memecah glukosa menyebabkan metabolisme glukosa oleh sel menjadi menurun yang
menyebabkan jumlah energi yang terbentuk juga menurun sehingga tubuh akan
menjadi lemah. Hiperglikemia dapat berpengaruh pada pembuluh darah kecil,
sehingga menyebabkan suplai nutrisi dan oksigen ke perifer berkurang. Kemudian
bisa mengakibatkan luka tidak kunjung sembuh karena terjadi infeksi dan
gangguan pembuluh darah akibat kurangnya suplai nutrisi dan oksigen. Gangguan
pembuluh darah mengakibatkan aliran darah ke retina menurun, sehingga terjadi
penurunan suplai nutrisi dan oksigen yang menyebabkan pandangan menjadi kabur.
Akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan
fungsi ginjal yang menyebabkan terjadinya nefropati yang berpengaruh pada saraf
perifer, sistem saraf otonom serta sistem saraf pusat (Price dan Wilson, 2012).
Pustaka
Black,
M. J., dan Hawks, J. H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Elsevier.
Singapore.
Irawan,
M. A. 2007. Glukosa dan Metabolisme Energi. Polton Sport Science &
Performance Lab. 1(06) : 1-5
Kardika,
I.B.W., Herawati, S., dan Yasa, I.W.P.S. 2015. Preanalitik
dan Interpretasi Glukosa Darah untuk Diagnosis Diabetes Melitus.
Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah. Denpasar.
Kowalak,
J.P., Welsh, W., dan Mayer, B. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. ECG.
Jakarta.
Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI. Jakarta
dr.
Prapti dan Tim Lentera. 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus.
PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Price,
S.A., dan Wilson, L.M. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. (6th ed.). ECG. Jakarta
Wellingan,
M., Wowor, M.F., dan Mogan, A.E. 2019. Gambaran Kadar Glukosa Urin pada
Primigravida dengan Orang Tua Penyandang Diabetes Melitus di Kota Manado. Jurnal
e-Biomedik (eBm). 7(1) : 19-24