Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

ANTIOKSIDAN ALAMI DAN CARA KONSUMSI YANG BAIK

Artikel ini memuat tentang antioksidan alami dan cara konsumsi yang baik agar mendafatkan manfaat yang mansimal

 

Konsumsi antioksidan dapat meningkatkan sistem imun tubuh kita, sehingga diperlukan asupan antioksidan yang cukup untuk melindungi tubuh dari bahaya penyakit terutama penyakit degeneratif. Seperti yang dijelaskan pada artikel sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa antioksidan eksogen dapat dibagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu antioksidan sintetis dan antioksidan alami. Pada saat ini antioksidan alami lebih diminati oleh masyarakat karena memiliki efek samping yang lebih ringan dibandingkan antioksidan sintetis. Jenis tumbuhan yang memiliki manfaat sebagai antioksidan alami sudah banyak dibahas pada beberapa buku, jurnal, hasil penelitian, artikel web, dan lain sebagainya, Namun masih sedikit artikel yang membahas bagaimana cara mengkonsumsi antioksidan alami yang baik agar manfaatnya bisa dirasakan secara maksimal. Maka dari itu artikel ini akan membahas lebih banyak apa aitu antioksidan alami dan cara mengkonsumsinya.

Antioksidan alami dan cara mengkonsumsinya

Sumber gambar :  Pinterest

Antioksidan alami adalah antioksidan yang didapatkan dari alam. Antioksidan ini bersumber bagian-bagian tumbuhan mulai dari akar, rimpang, batang, daun, biji, buah, dan bunganya. Senyawa bioaktif yang tergolong antioksidan alami diantaranya adalah vitamin A, vitamin C, vitamin E, senyawa fenolik, flavonoid, terpenoid, saponin, dan masih banyak senyawa bioaktif tumbuhan yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Parwata, 2016). Senyawa-senyawa tersebut diproduksi oleh tumbuhan untuk proses adaptasi pada lingkungannya namun senyawa tersebut juga memiliki aktivitas sebagai antioksidan karena dapat menetralkan radikal bebas (Dalimunthe dan Rachmawan, 2017).

Baca juga : ANTIOKSIDAN

Senyawa alami yang paling dominan memiliki aktivitas sebagai antioksidan adalah senyawa fenolik. Senyawa fenolik memiliki gugus hidroksi bebas (-OH) yang dapat menetralkan radikal bebas dengan cara menyumbangkan atom hidrogennya pada radikal bebas sehingga radikal bebas dapat distabilkan. Senyawa fenolik yang kehilangan atom hidrogenya berubah menjadi radikal fenoksil yang tidak reaktif karena memiliki gugus cincin benzene yang dapat beresonanti (Hamid, et al.,2010 ; Subawa, 2022). Senyawa flavonoid juga diketahui memiliki aktivitas antioksdan yang baik karena gugus hidroksi yang dimilikinya dimana semakin banyak gugus hidroksi maka semakin banyak atom hydrogen yang dapat disumbungkan sehingga aktivitasnya sebagai antioksidan juga semakin baik (Parwata, 2016). Selain itu senyawa flavonoid, vitamin C, dan vitamin E yang diisolasi dari tumbuhan dapat melindungi membran fosfolipid yaitu asam lemak jenuh jamak rantai panjang (Poly Unsaturated Fatty Acid (PUFA)) dengan mendonorkan atom hidrogennya pada radikal bebas yang terbentuk pada membrane lemak akibat dari reaksi berantai radikal bebas (Hamid, et al., 2010).

Baca juga : VCO AMAN BAGI PENGIDAP HIPERKOLESTEROLEMIA?

Senyawa bioaktif antoksidan seperti flavonoid, fenolik, vitamin A, vitamin C, vitamin E, terpenoid, dan saponin tergolong ke dalam senyawa organik Sebagian besar merupakan termolabil atau senyawa yang akan rusak atau terdegradasi jika berada pada lingkungan yang terlalu panas. Selain itu Sebagian besar senyawa organik juga akan terdegradasi jika terkena sinar UV secara langsung. Di kalangan masyarakat obat herbal yang digunakan sebagai antioksidan seringkali dikonsumsi secara oral dengan cara disebus, dikukus, maupun diseduh dengan suhu yang tinggi. Cara ini akan efektif melarutkan senyawa organik ke fase airnya namun sebagain besar akan terdegradasi sehingga kehilangan aktivitas antioksidannya. Vitamin C yang terkandung pada banyak buah merupakan senyawa yang sangat termolabil dimana semakin tinggi suhunya akan mempercepat proses degradasinya (Pavloska dan Tanevska, 2013). Jamu kunyit yang mengandung kurkumin (senyawa fenolik) yang memiliki aktivitas antioksidan stabil pada suhu tinggi (140°C) namun sangat mudah terdegradasi jika terkena cahaya matahari (sinar UV) (Rahayu 2010; Cahyono et al., 2011; Andarwulan dan Faradillah, 2012). Selain itu senyawa flavonoid,dan fenol akan rusak pada suhu diatas 5°C karena mengalami perubahan struktur dan menghasilkan sedikit ekstrak (Handayani dan Sriherfyna, 2016). Maka dari itu sangat disarankan untuk konsumsi antioksidan alami dilakukan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi (˂75°C) dan proses pengeringannya dilakukan dengan tanpa terkena sinar matahari langsung.

Antioksidan alami ini juga memiliki kelemahan yaitu efeknya tergolong lebih lambat karena antioksidan alami tersusun atas satu atau beberapa senyawa organik yang mudah terdegradasi oleh beberapa keadaan. Sedangkan antioksidan sintetik memiliki efek yang tergolong cepat karena biasanya terdiri atas senyawa murni yang telah dimodifikasi agar memberikan efek yang cepat dan baik. Antioksidan sintetik yang sering digunakan sebagai bahan tambahan pangan yaitu Butylated Hydroxyl Amisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT) dan profil galat. Penggunaan antioksidan sintetik yang tidak sesuai dilaporkan memberi dampak negatif pada kesehatan dimana menimbulkan gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus dan keracunan (Panagan, 2011). Hal tersebut menyebabkan masyarakat beralih ke antioksidan alami yang berasal dari alam yang tentu memiliki efek samping yang ringan.

Indonesia memiliki kekayaan hayati yang sangat besar yang juga menjadikannya memiliki kekayaan senyawa bioaktif tumbuhan yang sangat besar pula. Lebih dari 30.000 spesies tumbuhan tingkat tinggi diketahui tumbuh di Indonesia namun saat ini hanya tercatat sebanyak 7000 spesies tumbuhan yang memiliki khasiat dan hanya 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku farmasi. Kekayaan senyawa bioaktif ini jika dipergunakan dengan baik akan menghasilkan manfaat yang sangat besar terutama pada bidang Kesehatan untuk menghasilkan obat herbal. Penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui manfaat dari berbagai macam tumbuhan di Indonesia sudah banyak dilakukan namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui cara pemanfaatannya agar menghasilkan manfaat yang maksimal.

 

Pustaka

Andarwulan, N. dan Faradillah, F.R.H. 2012. Pewarna Alami Untuk Pangan. IPB. Bogor

Cahyono B., Huda K., Diah, M. dan Limantara L. 2011. Pengaruh Proses Pengeringan Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza ROXB) Terhadap Kandungan dan Komposisi Kurkuminoid. UNDIP. Semarang

Dalimunthe, C.I. dan Rachmawan, A. 2017. Prospek Pemanfaatan Metabolit Sekunder Tumbuhan Sebagai Pestisida Nabati Untuk Pengendalian Patogen pada Tanaman Karet. Warta Perkaretan. 36(1) : 15-28

Hamid.,O.O., Aiyelaagbe, L. A. Usman, O., Ameen, M., dan Lawa, A. 2010. Antioxidants: Its medicinal and pharmacological Applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 4(8) : 142-151.

Handayani, H. dan Sriherfyna, F.H. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonik Bath (Kajian Rasio Bahan : Pelarut dan Lama Ekstraksi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4(1) : 262-272.

Panagan. 2011. Pengaruh Penambahan Tepung Wortel (Daucus carota L.) Terhadap Bilangan Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Goreng Curah. Jurnal Penelitian Sains. 14(2C) : 18-21

Parwata, I.M.O.A. 2016. Antioksidan. Program Studi Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar

Pavloska, G. dan Tanevska, S. 2013. Influence of Temperature and Humidity on The Degradation Process of Ascorbic Acid in Vitamin C Chewable Tablets. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. 111 : 1971-1977

Rahayu I D H. 2010. Pengaruh Pelarut yang Digunakan Terhadap Optimasi Ekstraksi Kurkumin Pada Kunyit (Curcuma domestica Vahl.). UMS. Surakarta

Subawa, I.K.G. 2022. Potensi Ekstrak Air Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Menurunkan kadar MDA dan Meningkatkan Aktivitas SOD pada Tikus Wistar. Tesis Universitas Udayana. Denpasar

 

 

 

Post a Comment

© FITOKIMEDIA. All rights reserved. Developed by Jago Desain